Untuk menjadi penyemangat yang cukup lebay. Orang bilang Ibu adalah penyemangat nomor satumu. Bagiku, kau yang paling beda. Kau yang paling lebay, Mama. *ngilang*
Untuk tidak pernah membatasi pertemananku, karena telah cukup percaya bahwa aku bisa menjaga diriku sendiri.
Untuk tidak pernah melarangku pulang malam meski dengan syarat, karena percaya bahwa aku telah cukup dewasa.
Untuk senyum yang bahkan aku tahu bahwa di baliknya tersimpan cukup banyak luka tertahan.
Untuk pelukan yang selalu terbuka lebar bagi siapapun, dan mata yang tidak pernah memandang.
Untuk kecukupan akan kebutuhan-kebutuhanku sehari-hari.
Untuk perhatian yang tidak akan pernah ada habisnya.
Untuk doa yang tidak mengenal jeda.
Untuk kesabaran dan ketabahan tanpa batas.
Untuk masakan-masakan lezat tanpa banding.
Maaf aku kerap menyakitimu baik sengaja maupun tidak. Maaf untuk air mata yang sebagian besarnya karena ulahku. Maaf masih belum bisa membahagiakanmu dengan kerja kerasku sendiri. Maaf, aku bukan anak yang mampu mengungkapkannya secara langsung.
Tapi aku menyayangimu meski gerak-gerikku sedang seperti tak acuh.
Untuk tidak pernah melarangku pulang malam meski dengan syarat, karena percaya bahwa aku telah cukup dewasa.
Untuk senyum yang bahkan aku tahu bahwa di baliknya tersimpan cukup banyak luka tertahan.
Untuk pelukan yang selalu terbuka lebar bagi siapapun, dan mata yang tidak pernah memandang.
Untuk kecukupan akan kebutuhan-kebutuhanku sehari-hari.
Untuk perhatian yang tidak akan pernah ada habisnya.
Untuk doa yang tidak mengenal jeda.
Untuk kesabaran dan ketabahan tanpa batas.
Untuk masakan-masakan lezat tanpa banding.
Maaf aku kerap menyakitimu baik sengaja maupun tidak. Maaf untuk air mata yang sebagian besarnya karena ulahku. Maaf masih belum bisa membahagiakanmu dengan kerja kerasku sendiri. Maaf, aku bukan anak yang mampu mengungkapkannya secara langsung.
Tapi aku menyayangimu meski gerak-gerikku sedang seperti tak acuh.
0 komentar:
Posting Komentar