Satu.
Awal tahun dengan segala mengigilnya, aku berharap kamu untuk datang menyatakan segala mimpi yang pernah ada. Aku butuh sepasang tangan. Lebih dari itu aku merindukan sebuah kehangatan. Aku mendambakan kamu untuk hadir dan mengusir sepi yang entah kapan akan berakhir.
Dua.
Sekuntum demi sekuntum bunga pada berpetak-petak lahan mulai tumbuh, namun hatiku belum juga menemukan milikmu yang sudah terjatuh. Sekuat apapun keinginan, setinggi apapun harapan, ternyata tak juga membuatku mampu untuk merengkuh. Nyatanya, kita hanyalah dua di antara yang terlalu jauh.
Tiga.
Mentari memang tampak mulai bersahabat. Akankah ia juga akan membawaku pada nyaman yang juga memberi hangat? Langit memang sudah kelihatan begitu cerah. Akan serupakah dengan hati yang belum memilih untuk menyerah? Beberapa sejoli memang pada akhirnya memilih untuk menghabiskan waktu bersama. Akankah kamu keluar dari tempat persembunyian dan menujuku yang sudah menanti cukup lama?
Empat.
Gairahku semestinya tidak ikut-ikutan gugur, seperti dedaunan yang mulai luruh mengikuti alur. Seperti menyadari tidak akan ada lagi harapan, lalu hati pada akhirnya takluk di titiknya tempatnya selama ini bertahan. Tidak ada lagi jalan dan kita memang bukan untuk saling beriringan.
Aku sudah menunggu hingga musim keempat, kamu tidak juga kudapat. Entah memang harus lebih lama lagi menunggu, atau lebih baik mengubah arah tuju.
-Pramesti Laksmi
0 komentar:
Posting Komentar