Dua dalam diam

Untuk kamu yang terlebih dulu memilih diam.

Surat ini ku sampaikan karena aku tak mau menahan semua rasa yang tak bisa ku berikan lewat diam. Surat ini tak punya suara. Mereka hanya seonggok kata yang (mungkin) tidak bisa menyogokmu bersuara. Ramuan kata yang di buat jemariku ini memang tak punya suara, tapi mereka punya rasa. Mungkin semacam rasa yang bermacam-macam karena diammu yang menghadirkan. Semacam rasa yang saling berteriakan. Semacam rasa yang membuatku geregetan. Ku rasa mereka perlu di sampaikan karena hanya di sini aku bisa bersuara dalam diam. Aku tau kita sedang sama-sama sibuk dalam diam. Diam yang mungkin (tidak) mengasyikan. Entahlah, tapi diammu menyadarkanku, aku rindu suara itu. Kecintaanku pada ceritamu, pada suara yang menyatakan kehadiranmu.

Diammu itu menghawatirkan. Sedang di hampiri dukakah kamu hingga senyummu pun tak kelihatan. Diammu itu selalu ku pertanyakan. Apa diammu itu justru adalah jawaban? Diammu itu seperti meragukan. Apa ada salah yang telah ku lakukan? Diammu itu seperti menghanyutkan sehingga aku ikutan diam.  Aku tak ingin mengusikmu, hanya diammu justru yang mengusikku. Apa justru diammu karena suaraku tak keluar lebih dahulu? Mungkinkah begitu? Sungguh, aku tak bisa membaca kodemu. Karena garis transparan itu sudah menjadi garis pekat yang susah di lewati. Jujur tulisan ini ku sampaikan karena aku sudah tidak tahan. Ingin bangun lalu pergi menemukan kita sudah tidak saling diam-diaman. Aku takut lama-lama diammu itu membuat posisiku tergantikan. Karena diam sudah seperti teman. Kita memang dua dalam diam. Tapi tulisan ini bukti aku bersuara hari ini, menyatakan rasa yang sejak lama rindu ingin lagi ku bagi.

Ps : Tolong jangan lama-lama diam. Aku lebih cinta ketika kamu memunculkan keberisikan.
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar