Ada yang seharusnya diberikan, tapi masih disimpan Tuhan. Mungkin namanya kesempatan. Ada yang seharusnya dihentikan, sebelum luka jadi lintasan perjalanan. Mungkin namanya perasaan. Barangkali hati terlalu cepat jatuh pada waktu yang tak tepat. Bukan objeknya yang salah, tapi mungkin kali ini aku harus mengalah. Kesempatan yang tadinya terlihat begitu jelas, kini hilang semudah melayangnya kertas.

Bukan salahmu yang mungkin seperti tak menghargai perasaan. Salahku, yang berharap hanya pada kebetulan. Bukan salahmu yang tak juga sadari keberadaan. Salahku, terlalu lama di dalam tempat persembunyian. Hingga pada akhirnya semua kata kunci membawaku pada sebuah kenyataan yang harus dijalani. Bahwa meski belum dimiliki, namun ada yang telah kauberikan kepadanya dengan sepenuh hati.

Entah kesempatan yang memang belum ada, atau aku mungkin sudah pernah melewatkannya.

Maaf  atas keterlambatanku untuk menyadari sepenting itu adamu. Jeda sinyal yang terlambat keluar, mungkin telah berbekal sesal. Hingga akhirnya aku tahu, kesempatan belum ada karena seseorang lain telah masuk dan membuat hatimu mulai kesempitan. Penuh, mungkin sepenuhnya menurutmu utuh. Sedangkan aku, hilang separuh dan sisanya lumpuh.

Aneh. Meski namamu masih seratus persen mengisi hati, tapi mengapa kekosongan ini tak berhenti kucicipi? Bukankah kita lahir pada kebetulan? Tapi kebetulan pulalah yang akhirnya mematikan. Bukankah kita sama-sama tahu karena sebuah pengetahuan yang disediakan? Tapi mengapa ujungnya aku merasa asing karena terlempar oleh serombongan ketidaktahuanku akanmu?

Dunia barumu yang sama sekali tak menyertakan aku. Dunia baru yang terlihat ramai saat namanya tak usai kau sebut-sebut.

Entah kebetulan memang sebenarnya ada, atau hanya aku yang sepertinya mengada-ada. Entah kisah tentang kita memang sedang dituliskan, ataukah semuanya hanya semata-mata harapan.
Pramesti laksmi
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar