Tak banyak yang
berubah dari pertemuan kita tempo hari. Kita masih saling bertegur sapa. Kita
masih saling mencuri pandang. Kita masih saling mengetahui bahwa ada yang belum
selesai di antara kita; perasaanku. Padahal sudah kucoba menguburnya
secermat mungkin, bahkan dari ingatanku sendiri. Namun, kehadiranmu
yang selalu tertangkap kamera hati, tak mungkin bisa kupungkiri.
Ada yang selalu
tertangkap mata, dan di dalam jangkauannya kamu selalu ada. Ada yang selalu
terdeteksi indera penciuman, dan segalanya hanya tentang harum tubuhmu yang tak
mampu terlupakan. Entah apa maksud di balik pertemuan yang selalu disuguhkan
semesta, hingga aku selalu mampu dibuatnya bertanya-tanya. Jikalau
ini semua hanyalah kebetulan, mengapa frekuensi pertemuan kita tampak terlalu
berlebihan?
Tentang
kebetulan-kebetulan yang seperti disengaja Tuhan, kuharap, ini bukan sebatas
perasaanku saja. Salahkah aku, jika mendoakan ada percikan rasa tumbuh lagi di
antara aku dan kamu? Salahkah aku, jika terus menginginkan temu tanpa jemu?
Salahkah aku, jika hanya denganmu aku merasa seperti itu?
Sungguh, aku
ingin berhenti sampai di sini. Ingin berpindah ke lain hati. Ingin menemukan
bahagiaku sendiri. Sebab, jika pandangan terus tertutup oleh bayangmu, tak
pernah sempurna cinta mampu kumiliki.
Mungkin salah
satu dari kita harus ada yang mengalah. Aku yang seharusnya
berbalik arah, atau kamu yang menujuku selangkah demi selangkah.
Jika semesta
benar-benar mendukungku untuk pindah ke lain hati, mengapa sosok yang begitu
sering kutemui hanyalah kamu lagi?
Sudah kucoba tahu
diri, menghilang dari segala sudut pandanganmu yang gemar mencari-cari. Agar
kamu tak perlu memberiku asa lagi, dan aku tak perlu menyembunyikan rasa lagi.
Namun, takdir berkata lain.
Sebetulnya
percuma jika aku berharap mampu memutar detik waktu, maka biarkan aku berdoa
agar perasaanku tak melulu ingin terus menunggu dan menujumu. Aku ingin
kamu, namun jika ternyata rasamu tak cukup kuat untuk membuat aku dan kamu
menjadi kita, aku bisa apa?
Pergilah kamu,
tutupi hadirmu dari kunjungan pandang mataku. Biar debur dalam dada ini tenang.
Biar isi kepala ini berhenti sibuk mengenang. Biar suatu hari, jika
kita dipertemukan lagi, aku telah menjadi aku yang kuat; yang tidak kepadamu
lagi rasa ini terikat.
~Pramesti laksmi
0 komentar:
Posting Komentar