Pilihanku sepertinya hanya ada dua, pilih luka dengan
menutup mata berpura tidak ada apa-apa atau luka dengan membeberkan semuanya?
Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi nanti.
Maka biar rasa ini kutelan pelan-pelan. Biar sedih
ini aku saja yang merasakan, sebab luka tak semestinya kubagi-bagikan. Entah
sudah berapa tetes air mata yang seharusnya kutahan, namun aku paling piawai
dalam mengekspresikannya dengan senyuman.
Bukankah sebagian daripada hidup ini adalah sandiwara?
Dan untuk kali ini, akulah sang pemeran utama. Ada sedih yang kupendam
rapat-rapat. Ada pedih yang kugenggam erat-erat. Hingga mereka pikir aku adalah
sosok yang kuat. Nyatanya tidak.
Ada sesuatu di dalam aku yang perlahan-lahan mulai
runtuh. Ada sesuatu di dalam aku yang perlahan-lahan mulai meretak, dan mungkin
sebentar lagi akan hancur. Ada sakit hati yang tertahan, dan entah kapan akan
tersalurkan.
Di layar kaca penuh pura-pura ini tersusun skenarioku
tersenyum bahagia. Di antara tak rela juga tak tega. Aku
sudah terbiasa menahan tangis sambil tersenyum manis. Kamu tidak
pernah tahu bukan?
Aku tak pernah menyangka bahwa tak perlu banyak belajar
untuk menjadi aktor sandiwara. Cukup beri betubi-tubi luka, dengan kesabaran
sebagai topengnya. Lalu dialog meyakinkan dan senyum selebar-lebarnya. Bukan
bermaksud menjadi yang palsu dihadapanmu. Hanya saja, aku terlalu takut menemui
kenyataan yang tak sesuai inginku.
Tidak semuanya tahu bahwa ada isak yang kuendap dalam
diam.Karena
ketika mereka tahu pun, belum tentu mereka peduli. Hanya kepada
Sang Maha, tangisku tercurah tanpa sandiwara. Dan hanya kepadaNya, aku tahu
bahwa pura-puraku hanyalah sia-sia.
Aku
terluka, tapi Tuhan tak buta. Dia melihat apa yang tersembunyi
dibalik hati. Tak ada yang bisa membohongi, meski kubilang tak apa ratusan
kali. Berserah kepadaNya, biarlah Dia yang mengambil alih posisi nahkoda dalam
setiap cerita. Bahagia pasti punya jalurnya, akupun ada di dalam alurnya. Ya
aku percaya.
Hanya ada dua alasan mengapa
seseorang tersenyum; 1. Ia memang benar-benar sedang bahagia, 2. Ia sudah
terlalu lelah merayakan pahitnya hidup dengan duka.
Jadi, kamu itu sebenarnya yang
mana?
0 komentar:
Posting Komentar